Coffee and Rain (taken from: http://www.leegleiser.com/blog/?p=294) |
yang disetiap sisinya ada riak basah karena percikkan air hujan
yang disetiap sisinya bertinggal bekas jatuhan air hujan
Apa jadinya kala rasa ini terhenti pada tempat teduh yang menyelamatkan
dari rentetan air hujan
dari basah
dari dingin yang ditinggalkan hujan
dari aroma abu yang berbekas
kemudian menimbulkan hangat yang ternyata tercipta hanya sebentar saja
Apakah jadinya saat hujan tanpa kaca dibalik jendela
duduk merenungi tiap titik butiran putih bening
melesat cepat berebut membumi ke tanah
kemudian ada tempias meski hanya titik titik kaca bak mutiara
Dan,
Apakah jadinya ketika tak ada secangkir kopi yang ikut merangkul kala hujan berebut turun ketanah?
hai, biar aku kutipkan sebuah dialog bias-bias hujan dan secangkir kopi:
"Kau tahu aku ini hanya datang sebentar?" bisik rerintik hujan
dalam asap mengepul dicangkir kaca bening ia menjawab:
"Tak jauh beda kita, pun demikian aku datang, hitungan waktu saja aku mendingin kembali dan kepulan asap ini akan menghilang diselimuti udara kosong."
Dan rerintik hujan itu seperti tersengat dinginnya sendiri,
tak menjawab secangkir kopi yang kala itu masih mengepul dalam lingkar kakunya
"Aku datang sebentar saja, dan begitu juga dengan kamu, tak perlulah kita mengulur waktu hingga nanti dingin menepi, hangatkan aku sejenak, kemudian aku pun berpamit diri..."
Hujan itupun menengadahkan jatuhnya, melambatkan jatuhnya, membiarkannya saja mengalir...
Apa jadinya kala hujan bergemuruh itu datang kemudian kepulan asap dalam cangkir berisi kopi menemuinya?
Dalam sesaat akan tercipta hangat,
melesat mampir dalam diri,
meninggalkan bekas tanpa harus bertatap ulang kala hujan datang kembali..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar