BABAK PERTAMA
Saat itu aku sendiri sedang mencari-cari, sebuah nama secara acak di facebook. Aku hanya iseng karena semua pekerjaan sudah selesai aku kerjakan. Dipojok kanan atas ada tulisan “people you may know” , orang yang mungkin kamu kenal, lalu aku klik all, dan keluarlah sebuah halaman berjajar sederet memanjang kebawah dengan berbagai macam nama dan foto-foto diri yang menyortkan muka-muka segala rupa, aku lihat satu persatu tanpa mengklik link tautannya, sehingga tidak usah masuk ke halaman profil mereka, dari sekian deret nama-nama, akhirnya aku tertuju pada sebuah foto dideretan paling bawah, Rio Siantury, entah kenapa pandanganku langsung tertuju kepada orang itu, aku juga tidak berfikir jauh, hanya ketertarikan sesaat, dan yang pasti sore itu, Cuma iseng karena sudah tidak ada pekerjaan lagi yang harus aku kerjakan, langsung aku klik nama itu, dan masuklah aku kehalaman profilnya.
Ternyata halaman profilnya tidak di setting ‘terbatas’ semua bisa aku buka, mulai dari info tentang dirinya yang berisi dari keterangan dimana dia bekerja, dimana dia sekolah, tempat tanggal lahhirnya, bahkan sampai hobinya, aku tahu sepintas lalu, dan kemudian aku klik link berikutnya, arsip foto, aku klik folder foto-fotonya, satu persatu, aku lihat semua folder, entah kenapa mata ini seakan-akan mendapatkan kesenangan melihat foto-fotonya, orang asing yang sama sekali aku tidak kenal, dan aneh sekali, setelah melihat isi foto-fotonya aku merasakan kedekatan yang teramat intim, bukannya aku berlebihan, tapi kenyataannya memang benar, aku rasakan itu sendiri, hatiku punya nurani yang percaya diri dan mengatakan bahwa aku ingin kenal dia lebih jauh!
Kembali kehalaman profil utama Rio, dan secara reflect tangan ini menekan option pilihan add friend. Klik!! Lalu aku kembali kehalaman home acount ku sendiri, membaca-baca news feeds yang isinya kumpulan status-status berceloteh, mulai dari tausyah dari ustad kondang, update status motivasi dari motivator terkenal, sampai dengan update-update status yang aku rasa ‘nggak penting ya” yang seharusnya nggak perlu dishare kok ya malah dishare, pikirku dalam hati hanya sepintas lalu. Bukan hanya update status saja, banyak juga foto-foto yang dishare, gaya narsis, gaya unyu, lagi hang out, lagi sama pacar, segala mace gaya sering banget muncul di news feed itu. Bosen aku scrol mouse kebawah, semuanya rata-rata sama, lalu aku buka kolom chat, dan keluar lagi sederet nama-nama mereka yang sedang online dan sudah offline, pembedanya hanya ada warna hijau untuk yang online, semua nama yang biasa aku temui, bosan untuk membuka chat dengan mereka.
Bosan sekali menunggu jam pulang kerja, begini rasanya kalau sedang bebas pekerjaan karena sudah selesai lebih awal, seperti ‘nanggung’, soalnya kalaupun aku keluar kantor belum bisa, belum waktunya, didalam kantor sinipun aku sudah sangat bosan, ya kurang dan lebih seperti inilah nasib jomblo (apa hubungannya ya?). aku tinggalkan monitorku beranjak ke pentry untuk membuat secangkir kopi. Tidak berapa lama aku kembali, lalu aku bula lagi halaman facebookku, dan ada warna merah pada bagian notification, aku klik, dan.. ceritapun dimulai.
BABAK KEDUA
“Hah?? Seriusan lo Del??” Meta teman kantorku terkejut saat makan siang dikantin teratai siang itu.
Aku mengangguk, mengeluarkan smartphoneku yang dibungkus karet berbentuk kepala kelinci..
“Ini dia, namanya Rio, sudah hampir sebulan sih kita kenal, dan, kita jadian..”
“Arrgghh.. kok lo bwuaruw cwerita sewkarangw sih?” Meta berbicara nggak jelas karena sambil mengunyah ketoprak pesanannya.
Aku sama sekali nggak jawab pertanyaan dia yang satu itu, hanya senyum dan melanjutkan makan siang kami.
***
“Hallo.. kamu kamu kamu lagi apa? Masih sibukkan? Kok bbm aku gak dibales sih?”
“Aku lagi taping buat besok Del, kan kalo Jum’at kerjaanku double, soalnya kan weekend libur” suaranya persis seperti penyiar radio favorite ku yang siaran tiap sore.
“Iya aku tau, waktu itu kamu pernah cerita Ri, oya, paket kirimanku uda sampe belum? Itu loh yang waktu kamu minta.”
“Jeans hitam dan kaos coklat yang kamu beli dari butik teman kamu kan?”
“Iya iya betul.. heheh asiik sudah sampe kan?”
“Iya sayang, udah sampe kok, nih jeansnya uda aku pake, makasi yaa Adelia sayang..”
“Iya Bolang jelek, seneng deh kalo denger kamu seneng, ya udah kamu lanjutin lagi kerjanya ya, aku sih udah siap-siap mau pulang, nanti kabarin lagi ya Ri.”
“Oke sayangku, kamu ati-ati yaa.”
Begitu setiap hari, semua rasanya sempurna, hari-hariku bersama Rio terasa lengkap, meskipun kita berdua menjalani hubungan dibatas jarak, tapi aku percaya itu tidak akan pernah menjadi masalah, karena aku bahagia bersamanya, dan dia juga sama, bahagia bersamaku.
***
Hampir dua bulan aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Rio, semuanya terasa sangat baik, pekerjaanku meningkat maju karena semangat yang ditularkan oleh Rio kepadaku setiap saat, dia mengajarkan banyak hal tentang semangat, aku ingat, jumat akhir pekan lalu saat lelah stress karena pekerjaan ini menumpuk, didalam bis aku menelponnya, suaranya sedikit kecil karena derung kendaraan yang terdengar mendominasi, ditambah lagi tiba-tiba sekelompok pengamen masuk kedalam bus dan menyanyikan lagu-lagu yang tidak aku tahu itu lagu apa. Rio mengatakan padaku:
“Kamu tutup telpon aku, terus kamu dengerin deh itu pengamennya yang lagi nyanyi, anggap aja kamu lagi nonton akustikan di cafe, kan tadi kamu capek kerja kan, jadi anggap aja hiburan kamu setelah kerja, aku kan jauh, ga bisa ajak kamu sekarang juga, oke sayang..” aku tersenyum, dan langsung menikmati kelompok pengamen didepanku yang sedang asik bernyanyi.
***
“Jadi, kamu beneran mau ke Jakarta?”
“Iya, aku ke Jakarta Jum’at ini, nanti kita ketemu ya, jadi ada teman aku yang ngurus event disana, sekalian deh aku ikutan, sekalian bisa ketemu kamu sayang..”
“Asik, gak sabar nunggu Jum’at”
“Sabar dong..”
Dari Senin ke Jum’at aku tunggu rasanya lama sekali, tapi akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Rio akhirnya datang ke Jakarta. Jum’at pagi pesawatnya tiba di Bandara Soekarno Hatta, dia menelponku mengabari kalau dia sudah tiba, kebetulan hari itu aku harus handle gathering media dan nggak bisa izin untuk menjemputnya, Rio memberikan alamat tempat dia menginap bersama teman-temannya, di sekitar Tebet Utara. Semua pekerjaan aku rapihkan secepat mungkin, aku memang sedang di kantor, sibuk dengan mengatur segala macam schedule acara, tapi hati dan jiwa ini sudah tidak ada disni, sudah ingin segera menemui orang tercinta yang selama dua bulan seslalu setia menemani. Ingin segera berlari dan memeluknya, sekedar mengucapkan selamat datang, dan ingin mencium harum tubunya yang tidak pernah aku rasakan, waktu, aku mohon cepatlah berlalu, aku ingin segera besamanya, kasmaran memang membuat gila.
***
Pertemuan pertama akhirnya tiba, sebuah makan malam yang sederhana di sky dining, plaza Semanggi, Bricks Caffe, tepat dipinggir, dari sini bisa terlihat pemandangan jalan Sudirman dan Gatot Subroto yang melingkar. Aku, bersamanya, berdua diterangi lilin-lilin kecil yang menyala, sungguh, aku tidak berpura-pura, ini adalah bahagia, aku bersama dia, tatap muka, berbicara, dan aku suka, bahkan lebih, aku cinta!
Saat hari ketiga, dia meninggalkan Jakarta, aku tidak siap melepaskan dia, dan kita kembali pada realita bahwa cinta kita terbatas oleh jarak. Tapi aku meyakinkan hati bahwa ini hanya sementara. Ada air mata yang mengiringi saat dia menuju Bandara, dan lagi-lagi aku tidak bisa, bersama dia, mengantarkan dia pergi dari Jakarta.
“Aku pasti kembali Del, segera, kita pasti bertemu lagi, kamu ga boleh nangis...”
Itu pesan terakhir sebelum dia take off.
BABAK KETIGA
Aku menghitung, bulan ke empat masuk dari hubungan kita, sedikit aku rasakan menurun tidak seprti bulan-bulan lalu. Aku begitu sibuk dengan pekerjaanku, dan dia juga sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku dikejar deadline, dia pun sama dikejar deadline. Hanya ada late night conversation, itupun ada kalau dia tidak ada event sampai tengah malam.
Setiap hari, aku menunggunya, wake up call, bbm selamat makan siang, pengingat meeting setiap hari Senin, atau aku ingatkan dia untuk minum air putih karena dia jarang sekali minum air putih. Semuanya aku rasakan menurun, kalau aku grafik kan hubungan bulan k empat ini, seperti sedang berada dititik terendah.
Aku harus menunggunya setelah dia selesai bekerja, event tambahannya sepulang kerja juga menyibukkannya, lewat tengah malam baru ada kita.
“Aku sudah beli tiket untuk ke Bali Jelek, nanti kamu jemput ya, sesuai rencana kita, pokoknya kamu antar aku keliling Bali, jangan sampai ada yang terlewatkan.”
“Iya iya, nanti aku jemput.”
“Kamu kangen nggak sih?”
“Kangenlah”
“Aku bingung, kamu dari senin sampe Jum’at sibuk kerja di radio kamu itu, terus Sabtu sama Minggu ada side job kamu bareng temen-temen kamu, kapan punya waktunya buat aku ya?”
“Lho, kok ngomong gitu, ini kan kita lagi sama-sama, aku telpon kamu.”
“Iya tapi kamu lebih banyak nggak ada waktunya.”
“Aku sibuk kan bukan untuk main-main del, aku sibuk karena aku kerja, cari tambahan sampingan.”
***
Menginjak bulan kelima, komunikasi kami benar-benar terhitung, seminggu hanya beberapa kali dia menelpon. Sampai akhirnya, pada Jum’at pagi aku mendapati bbm darinya:
“Sepertinya kita harus berfikir ulang tentang hubungan kita..”
Aku gusar, aku geisah, pikiran ini tidak tentu, yang aku takutkan selama ini seperti benar-benar akan terjadi. Sampai akhirnya semua cerita jelas. Aku langsung menelponnya, menanyakan ada apa, dan semuanya jelas.
Ternyata selama ini, beberapa waktu belakang ini, dia yang biasanya selalu ada dalam setiap waktuku, suaranya yang menjadi penghantar tidurku, tidak ada kabarnya setiap saat, begitu terasa menghiang tiba-tiba. Dan dia jujur bercerita, saat ini, dia sedang membuka cintanya yang baru, membangun sebuah rencana yang lebih dari sekedar hubungan antara aku dan dia, dia membuka mata tentang jarak cinta yang ada antara aku dengan dia, dia tidak bisa ada lagi untukku, tidak bisa lagi menghabiskan detik terindah denganku, tidak akan memberikan waktunya lagi untukku, aku dimintanya untuk mencari yang lebih baik darinya, karena aku lebih baik tanpa dia, itu ucapnya. Entah mimpi apa aku semalam, habis cerita tentang kita, kuremas tiket pesawat penerbangan ke Denpasar yang hanya tinggal menghitung hari, aku merasa tidak terima, tapi inilah yang sebetulnya nyata, dia sudah tak punya cinta, dan untuk apa aku meminta. Dia yang terindah, dia yang aku lihat sempurna untukku, ternyata salah, aku yang salah atau siapa yang salah? Aku tidak bisa melepasnya.
****
Singing Loud: Ecoutez - Sakit